Beranda | Artikel
Aku Ingin Meraih Syafaat di Hari Akhir Nanti
Kamis, 8 Januari 2009

Hari kiamat adalah kehidupan di akhirat yang satu harinya sama dengan 50.000 tahun lamanya. Di sana tidak terdapat bangunan, pohon untuk berlindung, dan tidak ada pula pakaian yang menutupi badan. Keadaan pada saat itu saling berdesakan. Allah Ta’ala mengisahkan kejadian pada saat itu (yang artinya), “Pada hari itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyeru dengan tidak berbelok-belok; dan merendahlah semua suara kepada Rabb Yang Maha Pemurah, maka kamu tidak mendengar kecuali bisikan saja.” (QS. Thaahaa [20] : 108)

Hari tersebut adalah hari yang sangat dahsyat. Manusia pada saat itu akan menemui kesulitan dan kesusahan yang tidak mampu untuk dihilangkan selain dengan meminta pertolongan kepada Allah Ta’ala melalui syafa’at. Orang-orang saat itu mendapatkan ilham untuk meminta syafa’at kepada para Nabi untuk menghilangkan kesulitan mereka saat itu. Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan Nabi Isa ‘alaihimus salam didatangi oleh orang-orang lalu mereka mengemukakan alasan tidak mampu memberi syafa’at pada saat itu. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam-lah yang akhirnya memberikan syafa’at –yang dikenal dengan syafa’at al ‘uzhma-. Inilah salah satu syafa’at yang khusus dimiliki oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan masih ada bentuk syafa’at lain yang dimiliki oleh beliau dan selainnya.

Apa itu Syafa’at ?

Syaikh Sholih Al Fauzan hafizhohullah mengatakan, “Syafa’at secara bahasa diambil dari kata asy syaf’u yang merupakan lawan kata dari al witr. Sedangkan al witr adalah ganjil atau tunggal. Kata asy syaf’u berarti lebih dari satu yaitu dua, empat, atau enam. Dan ays syaf’u dikenal dengan istilah bilangan ‘genap’. Secara istilah, syafa’at adalah menjadi perantara (penghubung) dalam menyelesaikan hajat yaitu perantara antara orang yang memiliki hajat dan yang bisa menyelesaikan hajat.” (At Ta’liqot Al Mukhtashoroh ‘alal Aqidah Ath Thohawiyah, hal. 95)

Golongan Manusia Dalam Menyikapi Syafa’at

Ada tiga golongan manusia dalam menyikapi syafa’at dan hanya ada satu golongan yang benar dalam menyikapinya.

Golongan pertama adalah yang berlebihan dalam menetapkan adanya syafa’at bahkan mereka meminta syafa’at tersebut langsung pada mayit, penghuni kubur, berhala, pohon, dan batu. Sebagaimana terdapat pada firman Allah (yang artinya), “Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada kami di sisi Allah.” (QS. Yunus [10] : 18)

Golongan kedua adalah golongan yang berlebihan dalam menolak syafa’at seperti Mu’tazilah dan Khowarij. Mereka menafikan adanya syafa’at bagi pelaku dosa besar. Mereka jelas-jelas telah menyelisihi nash-nash Al Kitab dan As Sunnah yang diriwayatkan dalam banyak jalur yang jelas-jelas menetapkan adanya syafa’at bagi pelaku dosa besar. Di antara dalil tersebut adalah dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Syafa’atku juga bagi pelaku dosa besar dari umatku.” (HR. Abu Daud no. 4739 dan Tirmidzi no. 2435. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Golongan ketiga yaitu golongan yang bersikap pertengahan. Merekalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Mereka mengimani adanya syafa’at sebagaimana yang telah disebutkan oleh Allah dan Rasul-Nya tanpa bersikap berlebihan dan meremehkan.

Hukum Meminta Syafa’at Kepada Selain Allah

Para pemuja kuburan para wali dan orang sholih saat ini sering sekali berdalil dengan masalah syafa’at terhadap kesyirikan yang mereka lakukan. Sebagian mereka mengatakan, “Nabi dan para wali tersebut adalah pemberi syafa’at kami di hari kiamat nanti. Kenapa kalian melarang kami meminta syafa’at kepada mereka?”

Sebagai jawaban dari kerancuan di atas, perlu diingat bahwa syafa’at itu hanyalah milik Allah Ta’ala. Perhatikanlah firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya.” (QS. Az Zumar [39] : 44)

Jadi, syafa’at bukanlah milik Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, malaikat, para wali dan orang sholih lainnya. Mereka semua bisa memberikan syafa’at jika melalui izin dan ridho Allah Ta’ala. Renungkanlah ayat ini –semoga kita menjadi orang yang mendapatkan petunjuk- (yang artinya), “Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).” (QS. An Najm [53] : 26)

Wahai saudaraku yang merindukan kebenaran, ketahuilah bahwa kami benar-benar meyakini adanya syafa’at, kami sama sekali tidak mengingkarinya. Namun, yang kami ingkari adalah perbuatan meminta-minta syafa’at kepada orang yang tidak mampu memberinya. Kenapa tidak langsung meminta syafa’at tersebut pada Allah dengan berdo’a : “Ya Allah, janganlah Engkau halangi aku untuk mendapat syafa’at beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam”, atau ”Ya Allah, berikanlah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hak memberi syafa’at untukku”? Sungguh kesalahan besar jika seseorang meminta syafa’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau orang sholih, dan tidak meminta langsung kepada Allah sembari mengatakan, “Ya Muhammad, berilah kami syafa’at” atau “Wahai orang sholih yang memiliki kedudukan mulia di sisi Allah, berilah syafa’at pada kami”. Ingatlah bentuk meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang sholih seperti ini merupakan bentuk do’a kepada selain Allah. Hal semacam ini jelas-jelas dilarang dan termasuk syirik sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun dalam ibadahmu di samping (menyembah) Allah.” (QS. Al Jin [72] : 18).

Bagaimana mungkin seseorang bisa mendapatkan syafa’at di sisi Allah sedangkan dia berbuat syirik kepada-Nya?!

Syafa’at Tidaklah Akan Diperoleh oleh Pelaku Syirik

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, siapa yang berbahagia karena mendapat syafa’atmu di hari kiamat nanti?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Wahai Abu Hurairah, aku merasa tidak ada yang bertanya kepadaku tentang hal ini selain engkau. Yang aku lihat, ini karena semangatmu mempelajari hadits. Yang berbahagia dengan syafa’atku pada hari kiamat nanti adalah yang mengucapkan laa ilaha illallah dengan ikhlas dalam hatinya.” (HR. Bukhari no. 99)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan mengenai hadits ini, “Inilah sebab utama (paling besar) yang membuat seseorang bisa mendapatkan syafa’at Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan memurnikan tauhid. Hal ini berkebalikan dengan kelakukan orang-orang musyrik yang meyakini bahwa syafa’at itu diperoleh dengan menjadikan para wali dan para hamba selain Allah sebagai syafi’ (pemberi syafa’at). Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membalikkan sangkaan mereka (orang-orang musyrik) yang dusta.

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa sebab memperoleh syafa’at adalah dengan memurnikan tauhid. Dengan melakukan hal ini, barulah Allah mengizinkan pemberi syafa’at (syafi’) untuk memberikan syafa’at. Sungguh ini adalah kebodohan orang-orang musyrik. Mereka berkeyakinan bahwa siapa yang menjadikan para wali sebagai pemberi syafa’at, maka para wali tersebut akan memberi manfaat (dengan menolong mereka) di sisi Allah. Sebagaimana mereka menyangka bahwa para raja bisa menolong mereka karena adanya rekomendasi dari pembantu mereka. Padahal tidak ada yang dapat memberi syafa’at kecuali melalui izin Allah. Tidak ada izin dari-Nya selain pada orang yang Dia ridhoi perkataan dan amalnya.” (Madarijus Salikin, 1/341, Maktabah Syamilah)

Marilah Meraih Syafa’at Di Hari Kiamat Kelak

Saudaraku, sungguh hari kiamat adalah hari yang sangat menyulitkan. Seseorang sangat membutuhkan syafa’at ketika itu agar terlepas dari kesulitan-kesulitan yang ada. Namun, untuk mendapatkan syafa’at ketika itu perlu ada sebab. Sebab tersebut tidaklah mungkin dilakukan ketika kita sudah berkumpul di hari kiamat nanti karena hari kiamat bukanlah hari untuk beramal lagi. Oleh karena itu, sebab mendapatkan syafa’at tersebut hanya dapat kita laksanakan di dunia ini. Lalu apa saja sebab tersebut?

Sebab utama mendapatkan syafa’at telah kami jelaskan di atas yaitu dengan memurnikan tauhid dan menjauhkan diri dari noda-noda syirik.

Sebab lain yang disebutkan dalam hadits yang shohih adalah : [1] Syafa’at Al Qur’an, [2] Syafa’at puasa, [3] Tinggal dan mati di Madinah, [4] Bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (dengan shalawat yang dituntunkan, bukan dengan shalawat yang dibuat-buat dan mengandung kesyirikan) dan memintakan wasilah (kedudukan tinggi di surga) untuknya, [5] Syafa’at orang yang menyolati mayit pada si mayit, dan [6] Memperbanyak sujud

Inilah sedikit pembahasan seputar syafa’at. Semoga dengan tulisan yang singkat ini bisa memberikan manfaat kepada kaum muslimin. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan syafa’at di hari kiamat kelak. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST (Artikel Buletin At Tauhid)

Baca Juga:


Artikel asli: https://rumaysho.com/109-aku-ingin-meraih-syafaat-di-hari-akhir-nanti.html